Beranda | Artikel
Zakat Fithri
Jumat, 9 Mei 2008

ZAKAT FITHRI

Oleh
Syaikh as-Sayyid Sabiq

Zakat fithri adalah zakat yang diwajibkan karena berbuka dari bulan Ramadhan.

Zakat tersebut wajib atas setiap individu muslim, kecil, besar, laki-laki, wanita, merdeka, maupun budak.

HADITS NO. 88 (SHAHIH)
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, baik atas budak, merdeka, laki laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin.” [1]

Pasal 1
HIKMAH ZAKAT FITHRI
Zakat fithri diwajibkan pada bulan Sya’ban dari tahun kedua Hijriyyah. Tujuannya untuk menyucikan orang yang berpuasa dari segala pelanggaran yang mungkin terjadi saat puasa, baik berupa melakukan perbuatan yang sia-sia, atau perkataan yang keji, sekaligus untuk membantu orang-orang yang fakir.

HADITS NO. 89 (HASAN)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan yang keji sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barang-siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat ‘Id, maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).” [2]

Pasal 2
KEPADA SIAPAKAH ZAKAT FITHRI DIWAJIBKAN?
Zakat fithri diwajibkan atas seorang muslim yang merdeka, serta memiliki satu sha’ bahan makanan pokok [3] yang lebih dari kebutuhan diri dan tanggungannya untuk sehari semalam.[4] Zakat fithri wajib dikeluarkan untuk dirinya dan diri orang yang wajib dinafkahi olehnya, seperti isteri, anak dan pembantu yang mengurusi keperluan mereka.

Pasal 3
UKURAN ZAKAT FITHRI
Yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fithri adalah satu sha’ [5] gandum, kurma, anggur, keju, beras, jagung, atau makanan pokok lainnya.

Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan zakat fithri dengan harga (uang). Beliau juga berkata, “Jika seorang muzakki mengeluarkan zakat dengan gandum, maka mengeluarkan setengah sha’ itu sudah mencukupi.”

HADITS NO. 90 (SHAHIH)
Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu berkata:

كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِينَا رَسُولُ اللهِ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ، حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ، فَلَمْ نَزَلْ نُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا، فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَكَانَ فِيمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ أَنْ قَالَ: إِنِّي أَرَى أَنَّ مُدَّيْنِ مِنْ سَمْرَاءِ الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، فَأَخَذَ النَّاسُ بِذَلِكَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَمَّا أَنَا فَلاَ أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أُخْرِجُهُ أَبَدًا مَا عِشْتُ

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih bersama kami, kami mengeluarkan zakat fithri atas setiap anak kecil, dewasa, orang merdeka, dan hamba sahaya, sebanyak satu sha’ makanan, satu sha’ keju, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, satu sha’ kismis. Kami tetap melakukan hal itu sampai datanglah Mu’awiyah untuk melakukan haji atau umrah. Lalu ia berkata di atas mimbar. Di antara yang ia ucapkan di hadapan orang-orang adalah, ‘Aku memandang bahwa dua mudd [6] samra’ (gandum) Syam setara dengan satu sha’ kurma.’ Maka orang-orang pun mengambil perkataannya tersebut.” Abu Sa’id melanjutkan, “Tetapi aku tetap mengeluarkan zakat seperti yang aku lakukan sebelumnya, selama aku hidup.” [7]

Diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadits.
At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahli ilmu mengamalkan hadits tersebut. Mereka berpendapat bahwa ukuran zakat fithri untuk segala sesuatu adalah satu sha’. Ini adalah pendapat asy-Syafi’i dan Ishaq.”

Sebagian ulama berpendapat, untuk segala sesuatu wajib dikeluarkan satu sha’, kecuali burr (gandum), cukup hanya dengan setengah sha’. Ini adalah pendapat Sufyan, Ibnul Mubarak, dan penduduk Kufah.

Pasal 4
KAPANKAH ZAKAT FITHRI DIWAJIBKAN?
Para ulama fiqih sepakat bahwa zakat fithri diwajibkan pada akhir bulan Ramadhan, tetapi mereka berbeda pendapat tentang batasan waktunya.

Sufyan ats-Tsauri, Ahmad, asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama, dan salah satu riwayat al-Imam Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari di malam hari raya. Alasannya, itulah waktu berbuka dari bulan Ramadhan.

Abu Hanifah, al-Laits, asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama dan riwayat kedua dari Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbitnya fajar di hari raya.

Faedah perbedaan pendapat dalam masalah ini, jika seorang bayi dilahirkan sebelum fajar hari raya dan setelah matahari terbenam, apakah ia terkena zakat fithri atau tidak?

Menurut pendapat pertama, ia tidak terkena zakat fithri, karena dia lahir setelah lewatnya waktu wajib zakat fithri menurut mereka. Sedangkan menurut pendapat kedua, ia terkena zakat fithri, karena ia dilahirkan sebelum waktu wajib zakat fithri menurut mereka.

Mendahulukan pembayaran zakat fithri sebelum tiba waktu wajibnya:
Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa boleh hukumnya menyegerakan pembayaran zakat fithri ketika satu atau dua hari sebelum hari raya.

HADITS NO. 91 (SHAHIH)
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata:

أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami agar zakat fithri itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar menuju shalat.” [8]

Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar dahulu menunaikan zakat fithri satu atau dua hari sebelum hari raya.”

Para ulama berbeda pendapat jika zakat fithrah dibayarkan sebelum itu.
Menurut Abu Hanifah rahimahullah, boleh membayar zakat fithri sebelum bulan ramadhan.

Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Boleh membayarnya di awal bulan.”

Malik rahimahullah berkata -sekaligus merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad-, “Boleh membayarnya ketika satu atau dua hari sebelum hari raya.” [9]

Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat fithrah tidak gugur meskipun sudah lewat dari waktunya. Ia tetap merupakan hutang yang menjadi tanggungan orang yang bersangkutan sehingga dia membayarnya, meskipun di akhir umurnya.

Mereka juga sepakat bahwa tidak boleh mengakhirkan zakat fithri melebihi hari raya[10]. Kecuali apa yang dinukil dari Ibnu Sirin dan an-Nakha’i. Mereka keduanya berkata, “Boleh mengakhirkannya setelah hari raya.” Imam Ahmad juga berkata, “Saya harap hal itu tidak mengapa.”

Ibnu Ruslan berkata, “Perkara tersebut haram menurut kesepakatan ulama, karena ia adalah zakat. Maka mengakhirkannya merupakan perbuatan dosa, seperti halnya melakukan shalat di luar waktunya.”

Disebutkan dalam hadits sebelumnya:

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat ‘Id, maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).” [11]

Pasal 5
ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITHRI
Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat fithri adalah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat secara umum. Maksudnya, zakat fithri dibagikan kepada delapan golongan yang disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin…” [At-Taubah: 60]

Hanya saja orang-orang fakir adalah golongan yang paling berhak mendapatkan zakat fithri. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits terdahulu:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan yang keji; sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin.”

HADITS NO. 92 (DHA’IF)
Juga berdasarkan riwayat al-Baihaqi dan ad-Daraquthni, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ، وَقَالَ: أَغْنُوْهُمْ فِي هَذَا الْيَوْمِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri. ‘Beliau juga berkata : “Jadikanlah mereka kaya (berkecukupan) pada hari ini!” [12]

HADITS NO. 93
Di dalam riwayat al-Baihaqi, beliau berkata:

أَغْنُوْهُمْ فيِ طَوَافِ هذَا الْيَوْمِ

“Cukupilah mereka agar mereka tidak berkeliling (untuk minta-minta) hari ini!” [13]

Mengenai tempat menunaikannya, maka telah dibicarakan dalam pembahasan memindahkan zakat.

Memberikan Zakat Fithrah Kepada Kafir Dzimmi
Az-Zuhri, Abu Hanifah, Muhammad, dan Ibnu Syubrumah membolehkan pemberian zakat fithri kepada kafir dzimmi.[14] Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” [Al-Mumtahanah: 8]

[Disalin dari kitab Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah, Penulis Syaikh as-Sayyid Sabiq, Edisi Indonesia Panduan Zakat Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, Penerjemah, Beni Sarbeni, Edit Isi Adni Kurniawan, Lc. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh :
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab Fardh Shadaqatil Fithri (II/ 161) dan bab Sha-daqatul Fithr ‘alal Abd wa Ghairih minal Muslimiin (II/ 161).
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Zakaatul Fithri ‘alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya’iir (II/ 677-678, no. 12-14, 16).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam Yu-adda fi Shadaqatil Fithr (II/263-266, no. 1611-1613).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil Fithr (I/ 584, no. 1826).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Fardhu Zakaatil Fithri ‘alal Muslimiin dunal Mua’aahadiin (V/ 48, no. 2503, 2504).
Ad-Daarimi: Kitab az-Zakaah bab Zakaatil Fithri (I/ 392).
Malik dalam al-Muwaththa’ Kitab az-Zakaah bab Makiilah Zakaatil Fithr (I/284, no. 52).
Ahmad dalam al-Musnad (II/ 102, 137).
[2]. Diriwayatkan oleh :
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Fithri (II/262, no. 1609).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Fithri (I/585, no. 1827).
Ad-Daraquthni: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Fithri (II/138, no. 1).
[3]. Telah disebutkan sebelumnya bahwa satu sha’ setara dengan empat mudd. Sedangkan satu mudd nabawi kira-kira setara dengan 0,688 liter. Sehingga satu sha’ kira-kira setara dengan 2,752 liter. Menurut asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, satu sha’ diperkirakan setara dengan 2,04 kg jika dihitung dengan gandum yang berkualitas baik. Untuk beras, maka dikonversi terlebih dahulu menurut massa jenisnya. Lihat al-Fiqhul Islami wa Adillatuh (I/142-143) dan Majaalisy Syahr Ramadhan (hal. 143). Wallaahu a’lam.-ed
[4]. Ini adalah madzhab Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad. Asy-Syaukani berkata, “Inilah pendapat yang benar. Sedangkan menurut Hanafiyyah disyaratkan harus mencapai nishab.”
[5]. Satu sha’ adalah empat mudd. Sedangkan satu mudd adalah setangkup kedua telapak tangan orang yang sedang, atau sama dengan satu sepertiga qadah atau dua qadah.
[6]. Dua mudd sama dengan setengah sha’.
[7]. Diriwayatkan oleh :
Al-Bukhari secara ringkas dan lengkap: Kitab az-Zakaah, bab Sha’ minaz Zabiib (II/161-162).
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatul Fithri ‘alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya’iir (II/678-679, no. 18-19).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Kam Yu-adda fish Shadaqatil Fithri (II/267, no. 1616).
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fish Shadaqatil Fithri (III/50, no. 673).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Fithri (I/585, no. 1829).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab at-Tamru fish Zakaatil Fithri (V/51, no. 2513).
Ad-Daarimi : kitab az-Zakaah bab Fi Zakaatil Fithr (I/ 392).
[8]. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah, bab Fardhu Shadaqatil Fithri (II/161) dan bab ash-Shadaqah Qablal ‘Iid (II/162).
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab al-Amru bi Ikhraaji Zakaatil Fithri Qablash Shalah (II/679, no. 22-23).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab al-Waqtul ladzi Yustahabbu an Tu-‘adda Sha-daqatil Fithri fiihi (IV/54, no. 2521).
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Taqdiimuha Qablash Shalah (III/53, no. 677).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Mataa Tu-‘adda (II/263, no. 1610).
[9]. Ini adalah pendapat yang benar insya Allah. Zakat fithrah boleh dibayarkan pada satu atau dua hari sebelum hari raya. Dalilnya adalah perbuatan Ibnu Umar. Alasan selanjutnya, tujuan dari zakat fithrah adalah memberi kecukupan kepada orang fakir di hari raya, sehingga mereka bisa turut bergembira dan tidak perlu minta-minta. Inilah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits seputar masalah ini. Jika zakat fithrah dibayarkan di awal bulan Ramadhan, dikhawatirkan tujuan ini tidak tercapai. Karena bisa jadi zakat fithrah yang mereka dapatkan sudah habis di pertengahan bulan. Ini jika zakat fithrah tersebut dibagikan secara in-dividu. Jika zakat fithrah tersebut diberikan kepada panitia zakat yang terpercaya sebelum dua hari menjelang hari raya, dimana panitia tersebut membagi-bagikan zakat fithrah tadi kepada orang-orang yang fakir ketika satu atau dua hari menjelang hari raya, maka insya Allah hal ini juga tidak mengapa. Karena yang menjadi tolak ukur adalah sampainya zakat fithrah di tangan orang-orang fakir menjelang hari raya. Wallaahu a’lam.-ed.
[10]. Mereka juga memastikan bahwa pembayaran sampai akhir hari lebaran menggugurkan kewajiban.
[11]. Maksudnya yang bisa dishadaqahkan setiap waktu.
[12]. HR. Ad-Daraquthni: Kitab Zakaatil Fithr (II/152-153, no. 67). Lihat penjelasan-nya pada Irwaa-ul Ghaliil (III/332-334).-pent.
[13]. HR. Al-Baihaqi: Kitab az-Zakaah, bab Waqtu Ikhraaji Zakaatil Fithri (IV/175).
[14]. Lihat pembahasan ini secara lebih rinci dalam Tamaamul Minnah (388).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2438-zakat-fithri.html